Google

Wednesday, November 19, 2008

Pelaku Penyelundupan Diincar dengan Tindak Pidana Pajak

Direktorat Jenderal Pajak akan mengincar pelaku penyelundupan dengan tuduhan melakukan tindak pidana perpajakan.
Cibinong -- Direktorat Jenderal Pajak akan mengincar pelaku penyelundupan dengan tuduhan melakukan tindak pidana perpajakan. Alasannya, barang-barang yang masuk secara ilegal itu tidak dikenai pajak pertambahan nilai sehingga merugikan negara.

Tenaga Pengkaji Sumber Daya Manusia, Ditjen Pajak, Djangkung Soedjarwadi, mengatakan, pihaknya bersama kepolisian sedang melakukan penyelidikan terhadap satu kasus besar penyelundupan yang terjadi di Jakarta. "Nanti akan kami umumkan," kata dia seusai pembacaan vonis terhadap pelaku penggelapan di Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor, kemarin.

Sayangnya, Djangkung enggan memerinci lebih jauh rencana itu, termasuk siapa pelaku penyelundupan yang sedang dibidik. Saat ditanya apakah yang diincar Nurdin Halid dan Abdul Waris Halid, tersangka penyelundupan gula asal Thailand? Dia hanya menjawab, "Itu Anda lo, yang bilang, bukan saya."

Menurut Direktur Peraturan Perpajakan, Ditjen Pajak, Herry Sumardjito, penyelidikan terhadap pelaku penyelundupan memang dimungkinkan karena mereka tidak membayar pajak. Pihak-pihak yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban pajaknya dianggap telah melakukan pelanggaran pidana di bidang perpajakan. "Itu diatur dalam Pasal 39 UU Nomor 16/2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan," ujar pejabat itu.

Yang dimaksud tidak memenuhi kewajiban pajak termasuk tidak melaporkan dan tidak membayar kewajiban pajaknya. Mereka yang tidak memenuhi kewajiban tersebut akan dikenai sanksi pidana dengan hukuman penjara dan denda untuk mengganti kerugian negara akibat pajak yang belum dibayar. "Mereka akan diproses hukum di pengadilan."

Kepala Subdirektorat Penyidikan Bea dan Cukai Totok Sugiharto mengaku tidak keberatan dengan rencana Ditjen Pajak itu. Asalkan, ada ketentuan yang mengaturnya. "Kami juga pasti akan diajak bicara, rencana itu kan baik untuk mengurangi penyelundupan," katanya kepada Koran Tempo.

Terkait dengan pelanggaran pidana pajak, kemarin Pengadilan Negeri Cibinong mengganjar Sofyan Noor Hasan dan Mahfud Zulmi, Direktur Utama dan karyawan PT Mega Radila Mandiri, pidana kurungan selama 3 tahun 6 bulan dan denda Rp 20 juta. Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntut 5 tahun penjara.

Pertimbangan yang digunakan majelis hakim, kedua terdakwa menjual faktur pajak fiktif dan hanya menyetorkan sebagian ke kantor Pelayanan Pajak Cibinong. Akibatnya, negara dirugikan Rp 11,125 miliar. "Kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perpajakan," kata ketua majelis hakim Nawawi N.

Djangkung mengatakan, pihaknya menyambut baik putusan majelis hakim itu. Alasannya, majelis hakim secara tepat menggunakan pasal Undang-Undang Nomor 16/2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. "Terdakwa dijerat Pasal 39 ayat 1c dan g tentang pembuatan faktur fiktif dan kurang menyetorkan," ujarnya.

Ditjen pajak, kata dia, meminta 92 perusahaan yang sudah menggunakan atau menerima faktur fiktif dari Mega Radila segera membetulkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajaknya. Karena, mereka bisa ikut terjerat hukum jika sengaja menggunakan atau menerima faktur tersebut. "Kami akan lakukan pengejaran," kata Djangkung. ss kurniawan/heri

dari koran tempo

No comments: